-->

Selasa, 25 Mei 2010

Hutang RI jatuhh Tempo di 2010 Mencapai Rp 115 T

Hutang RI jatu Tempo di 2010 Mencapai Rp 115 T
Pada tahun ini (utang jatuh tempo) Rp110 triliun dan kalau ditambah bunga Rp 115 triliun. Kita dalam posisi untuk memperpanjang itu," jelas Menteri Keuangan Agus Martowardojo saat konferensi pers di ruang pers Kementerian Keuangan, Jalan Wahidin Raya, Jakarta, Selasa (25/5/2010) malam.Namun menurut Agus, pengelolaan utang negara berkategori sehat karena pemerintah juga mengelola utang jatuh tempo setiap tahunnya.Berkaitan dengan penerbitan surat utang, Agus mengatakan, kondisi perekonomian di kawasan Eropa yang memburuk perlu dikhawatirkan pemerintah karena jika memaksakan untuk menjual surat utang maka biayanya akan mahal."Kecuali kalau tax ratio kita naik dari 12% menjadi 13%, mungkin kita tidak perlu berhutang. Tapi, kita akan sangat menyimak kondisi global," imbuhnya.Sementara Direktur Jenderal Pengelolaan Utang Rahmat Waluyanto menjelaskan meningkatnya nominal utang negara dibandingkan posisi utang 5 tahun lalu merupakan penyesuaian atas besaran defisit anggaran yang mengikuti pertambahan nominal produk domestic bruto (PDB) dari tahun ke tahun.





Selain itu, lanjut Rahmat, karena pemerintah memiliki kepentingan untuk membayar utang jatuh tempo yang cukup tinggi pada tahun ini di mana utang tersebut dibuat oleh rezim pemerintahan sebelumnya."Meski (secara nominal) bertambah, tapi ini konsensus dari smua cendikiawan di dunia. Harus dilihat dari GDP dan PDB. Kalau membandingkan antara 2005 dengan 2010, pada 2005 rasio utang kita terhadap PDB sebesar 47%. Saat ini, pada posisi April hanya sekitar 26%," ujarnya .Rahmat membantah jika dikatakan pemanfaatan utang tidak efisien. Hal ini disebabkan defisit anggaran setiap tahunnya dibatasi maksimal 3% dari PDB, baik defisit nasional maupun defisit APBD, sesuai Undang-Undang No17/2003."Tambahan utang juga melewati APBN, juga tidak benar. Pada September 2009, lembaga pemeringkat internasional menaikkan rating kredit Indonesia karena dinilai telah mengelola keuangan dengan baik. Dan audit BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) terhadap pengelolaan utang,sudah mendapat opini wajar tanpa pengecualian (WTP)," jelasnya.Rahmat juga menyatakan pemerintah tidak memiliki kapasitas untuk menetapkan tingkat imbal hasil (yield) surat utang negara (SUN). Yield obligasi yang diterbitkan pemerintah selama ini ditetapkan oleh mekanisme pasar yang prosesnya dilakukan secara akuntabel dan transparan."Yield memang bisa berubah-ubah setiap saat. Ada beberapa hal yang memengaruhi yield, yakni sentimen pasar. Khusus PLN, tidak benar bunga SUN negara lebih tinggi dari bunga obligasi PLN. Karena kami membuat semacam grafik untuk obligasi PLN posisi lima tahun terakhir," tegasnya.






















































0 Comments: