BI : Inflasi 2009 4 %
oleh : zulfikar
Target inflasi 2009 sebesar 4% seperti yang pernah diutarakan Presiden SBY diamini Bank Indonesia (BI). Deputi Gubernur BI Hartadi A. Sarwono mengakui inflasi 4% di 2009 bisa tercapai."Kalau inflasi kita lihat tahun ini memang bisa di sekitar 4%. Kalau sesuai dengan prediksi tidak kena shock lagi, itu bisa," ujarnya ketika ditemui di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin malam (13/7/2009). Hartadi mengatakan faktor yang mendukung inflasi 2009 bisa mencapai 4% antara lain karena produksi dalam negeri mencukupi."Kemudian imported inflation tidak ada, karena harga komoditi di dunia turun semua, kemudian pasokan pangan selama semester I ini kelihatan sangat baik sekali," katanya.Namun Hartadi mengatakan, tekanan inflasi 2010 perlu diwaspadai karena pemulihan ekonomi bisa memicu peningkatan permintaan sehingga potensi inflasi meningkat."Tekanan dari demand baik dari domestik maupun dari luar negeri sudah mulai ada di 2010, beda dengan 2009. Kemungkinan dengan perbaikan recovery dunia, harga komoditas biasanya ikut naik, minyak salah satu contohnya, minyak dan palm oil," tuturnya. Dikatakan Hartadi dengan kemungkinan harga komoditi yang naik di 2010, maka tarif listrik dan PAM akan turut berubah. "Tapi mudah-mudahan perubahan itu nggak terlalu besar sehingga tekanannya bisa kita perhitungkan," imbuhnya. Sementara untuk BI Rate yang diperkirakan bisa mencapai 6% sampai akhir 2009, Hartadi tidak berani berspekulasi."Kalau BI Rate itu bukan hanya inflasi yang sekarang saja, tapi harus lihat apakah ada tekanan paling tidak sampai tahun depan, kalau nanti sudah recover global domestik semua recover, demand pressure-nya akan naik, belum lagi kalau ada harga-harga komoditi yang naik seperti minyak, itu akan menambah tekanan pada inflasi, itu mungkin terjadi tahun depan di 2010," paparnya.Selain itu, menanggapi kemungkinan berlanjutnya pemerintah SBY, Hartadi mengatakan ini akan meningkatkan kepercayaan investor."Kalau kita lihat para investor yang penting confidence, dicari keadaan ke depan, kalau ketidakpastian berkurang itu akan menambah confidence banyak investor yang wait and see," ujarnya. Kemudian menanggapi rencana Moody's yang dikabarkan akan mereview rating Indonesia lebih cepat, Hartadi mengatakan hal itu wajar melihat prospek ekonomi Indonesia yang bagus."Prospek ekonomi Indonesia dengan situasi yang berat di 2009, masih survive apalagi kalau ditambah dengan recovery ekonomi dunia," katanya.Kemudian dengan ketahanan Indonesia yang kuat dimana jumlah cadangan devisa mencukupi dan juga kerjasama Bilateral Swap Agreement (BSA) menjadi pertimbangan."Saya kira begitu, Moody's juga saya kira melihatnya seperti itu, bahwa resiliensi dari Indonesia karena kita punya cadangan devisa yang cukup, kalaupun terjadi shock kita punya bantalan lain, BSA dolar maupun currency swap seperti yen dan reinmimbi," pungkasnya
oleh : zulfikar
Target inflasi 2009 sebesar 4% seperti yang pernah diutarakan Presiden SBY diamini Bank Indonesia (BI). Deputi Gubernur BI Hartadi A. Sarwono mengakui inflasi 4% di 2009 bisa tercapai."Kalau inflasi kita lihat tahun ini memang bisa di sekitar 4%. Kalau sesuai dengan prediksi tidak kena shock lagi, itu bisa," ujarnya ketika ditemui di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin malam (13/7/2009). Hartadi mengatakan faktor yang mendukung inflasi 2009 bisa mencapai 4% antara lain karena produksi dalam negeri mencukupi."Kemudian imported inflation tidak ada, karena harga komoditi di dunia turun semua, kemudian pasokan pangan selama semester I ini kelihatan sangat baik sekali," katanya.Namun Hartadi mengatakan, tekanan inflasi 2010 perlu diwaspadai karena pemulihan ekonomi bisa memicu peningkatan permintaan sehingga potensi inflasi meningkat."Tekanan dari demand baik dari domestik maupun dari luar negeri sudah mulai ada di 2010, beda dengan 2009. Kemungkinan dengan perbaikan recovery dunia, harga komoditas biasanya ikut naik, minyak salah satu contohnya, minyak dan palm oil," tuturnya. Dikatakan Hartadi dengan kemungkinan harga komoditi yang naik di 2010, maka tarif listrik dan PAM akan turut berubah. "Tapi mudah-mudahan perubahan itu nggak terlalu besar sehingga tekanannya bisa kita perhitungkan," imbuhnya. Sementara untuk BI Rate yang diperkirakan bisa mencapai 6% sampai akhir 2009, Hartadi tidak berani berspekulasi."Kalau BI Rate itu bukan hanya inflasi yang sekarang saja, tapi harus lihat apakah ada tekanan paling tidak sampai tahun depan, kalau nanti sudah recover global domestik semua recover, demand pressure-nya akan naik, belum lagi kalau ada harga-harga komoditi yang naik seperti minyak, itu akan menambah tekanan pada inflasi, itu mungkin terjadi tahun depan di 2010," paparnya.Selain itu, menanggapi kemungkinan berlanjutnya pemerintah SBY, Hartadi mengatakan ini akan meningkatkan kepercayaan investor."Kalau kita lihat para investor yang penting confidence, dicari keadaan ke depan, kalau ketidakpastian berkurang itu akan menambah confidence banyak investor yang wait and see," ujarnya. Kemudian menanggapi rencana Moody's yang dikabarkan akan mereview rating Indonesia lebih cepat, Hartadi mengatakan hal itu wajar melihat prospek ekonomi Indonesia yang bagus."Prospek ekonomi Indonesia dengan situasi yang berat di 2009, masih survive apalagi kalau ditambah dengan recovery ekonomi dunia," katanya.Kemudian dengan ketahanan Indonesia yang kuat dimana jumlah cadangan devisa mencukupi dan juga kerjasama Bilateral Swap Agreement (BSA) menjadi pertimbangan."Saya kira begitu, Moody's juga saya kira melihatnya seperti itu, bahwa resiliensi dari Indonesia karena kita punya cadangan devisa yang cukup, kalaupun terjadi shock kita punya bantalan lain, BSA dolar maupun currency swap seperti yen dan reinmimbi," pungkasnya
APBN 2009 defisit 2.5 %
Hingga semester I-2009, APBN 2009 (dokumen stimulus) mengalami defisit 0,2% dari PDB. Realisasi defisit hingga akhir 2009 diperkirakan tidak sampai 2,5% dari PDB seperti yang ditargetkan dalam APBN (dokumen stimulus).Hal ini disampaikan Wakil Ketua Panitia Anggaran DPR Suharso Monoarfa dalam rapat kerja bersama Menteri Keuangan dan Bank Indonesia di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin malam (13/7/2009)."Defisit ini terutama karena realisasi belanja pegawai dan transfer ke daerah yang lebih cepat untuk menjaga pertumbuhan konsumsi," ujarnya.Sedangkan untuk prognosa defisit semester II-2009 adalah sebesar Rp 127,4 triliun atau hanya 91,3% dari target defisit APBN 2009 (dokumen stimulus) yang sebesar 2,5%. Dengan begitu, total defisit sepanjang 2009 diperkirakan hanya 95,3% dari target defisit APBN 2009 (dokumen stimulus) yang sebesar 2,5%.Berdasarkan laporan panitia kerja panitia anggaran DPR dalam rangka pembahasan laporan pemerintah tentang pelaksanaan APBN semester I-2009 dan prognosa semester II-2009 tahun anggaran 2009, realisasi pembiayaan dalam semester I-2009 mencapai Rp 47,8 triliun atau 34,3% dari target APBN 2009 (dokumen stimulus).
Pembiayaan tersebut terdiri dari:
Penerbitan SBN neto yang telah mencapai Rp 69,2 triliun atau 126,1%
Penarikan pinjaman luar negeri (bruto) yang belum optimal, masih negatif sebesar Rp 16,8 triliun atau 29,2%
Pembayaran cicilan pokok utang luar negeri sebesar Rp 35 triliun atau 48,5%.
"Prognosa pembiayaan semester II-2009 adalah sebesar Rp 85,2 triliun atau 61,1%, sehingga akhir tahun mencapai 95,3% yang bersumber dari Surat Berharga Negara, pinjaman luar negeri, dan penggunaan SILPA 2008," pungkas Suharso.
0 Comments:
Post a Comment