-->

Minggu, 18 November 2007

Negara-Negara Petrodollar nikmati US$2 Trilyun

Negara-negara Petrodollar nikmati US$ 2 Trilyun
Oleh : Zulfikar

Negara-negara Petrodollar yang tergabung dalam Dewan Kerja Sama Teluk Persia (PGCC), yakni Bahrain, Kuwait, Oman, Qatar, Saudi Arabia, and Uni Emirat Arab kini menikmati nikmatnya madu hitam (minyak mentah) mereka lebih dari US$ 2 triliun ke perusahaan minyak


Para konsumen minyak harus membayar US$ 4-5 miliar lebih besar setiap hari dibanding lima tahun lalu. Selain itu, sedikitnya US$ 700 miliar mengalir ke negara-negara eksportir minyak tahun ini.

Menurut laporan Washington Post pekan ini, banyak negara yang pesta pora karena bonanza minyak. Sebagian negara petrodolar bahkan bingung membelanjakan uang hasil rezeki nomplok minyak yang berlimpah ruah. Tapi, banyak pula negara yang buntung, dan harus menghadapi kerusuhan sosial di negerinya.

Harga minyak yang mendekati tiga digit telah mengubah peta ekonomi dan politik dunia. Harga minyak sempat menyentuh rekor tertinggi US$ 98,62 per barel pada 7 November. Rabu (14/11), harga minyak untuk pengiriman Desember turun ke posisi US$ US$ 94,09 per barel, di New York.
Saudi Arabia, eksportir terbesar minyak dunia (8,7 juta barel per hari/bpd) langsung membangun empat kota baru. Salah satunya adalah King Abdullah Economic City, mega proyek senilai US$ 27 miliar dengan luas area tiga kali Manhattan, kawasan paling elite di New York. Proyek ini meliputi kawasan industri, pusat keuangan, dan residensial mewah bagi dua juta penduduk.

Maskapai penerbangan di Timur Tengah (Emirates, Qatar Airways, Oman Air) juga berlomba meremajakan armada, dengan membeli 280 lebih pesawat model paling gres buatan Airbus dan Boeing, senilai hampir US$ 200 miliar.

Perubahan dramatis terjadi pula di Rusia, negeri yang nyaris bangkrut oleh tumpukan utang. Eksportir kedua terbesar minyak itu (6,6 juta bpd) langsung melunasi utang luar negerinya sekitar US$ 17 miliar.

Bonanza minyak mengantarkan cadangan devisa dan emas Rusia di posisi terbesar ketiga di dunia senilai US$ 425 miliar. Rusia juga menumpuk sekitar US$ 150 miliar sebagai dana stabilisasi. Rusia yang memenangi tender sebagai tuan rumah Olimpiade 2014 juga siap membangun surga fasilitas olahraga senilai US$ 12 miliar.

"Pemerintah Rusia kini lebih kuat dan lebih percaya diri," kata Vladimir Milov, kepala Institut Kebijakan Energi di Moskow.

Mobil-mobil mewah impor berseliweran di Moskow dan St Petersburg. Maka Putin pun mengklaim, di bawah pemerintahannya, pendapatan per kapita meningkat dua kali lipat dan kemiskinan terpangkas separuhnya.
Norwegia, eksportir terbesar ketiga dunia (2,5 juta bpd) memanfaatkan rezeki minyak guna memperbaiki dana pensiun bagi 4,6 juta rakyatnya.

Jepang, meski hampir seluruh energinya diimpor, tetap ‘untung’ karena penjualan mobil hibrid Toyota, yakni Prius, melonjak 51% Oktober lalu dan melampaui angka satu juta unit di seluruh dunia.

Di Afrika, produsen minyak Sudan tak terkecuali meraih berkah dari minyak, terbukti banyak dibangun hotel bintang lima dan gedung-gedung pencakar langit. Sedangkan pemerintah Chad lebih memilih belanja senjata ketimbang memperbaiki perekonomian negerinya.

Mereka yang Sial

Bila eksportir neto minyak bergelimang dolar, negara-negara importir neto minyak justru kelimpungan. Apalagi negara yang tidak memiliki cadangan minyak sama sekali. Sebagian terpaksa harus menaikan harga bahan bakar minyak (BBM) di dalam negeri, seperti Tiongkok, Malaysia, Vietnam, dan Myanmar, yang menyulut amarah besar.

Tiongkok yang mengonsumsi 9% energi dunia (7,2 juta bpd) dan mengimpor separuh kebutuhan minyaknya baru menaikkan harga BBM 10% pada 31 Oktober lalu, yang memicu kerusuhan dan menewaskan seorang penduduk.

AS, sebagai importir neto terbesar di dunia (12,2 juta bpd) harus merogoh kocek lebih dalam untuk kebutuhan impor minyak. Kondisi ini telah menyulut inflasi, memperburuk defisit perdagangan, merontokkan kurs dolar AS, dan menyulitkan Fed untuk menyeimbangkan target inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Tahun depan, inflasi AS diprediksi menyentuh 4%, atau dua kali lipat dari ambang batas 2%.

Beban berat harus dipikul negara-negara yang menyubsidi BBM. India, misalnya, 70% kebutuhan minyaknya harus diimpor, sehingga menanggung subsidi BBM US$ 12 miliar tahun ini.

Venezuela, negeri dengan harga BBM termurah di dunia (8 sen per galon), berniat memangkas subsidi karena membuat anggaran defisit hingga US$ 9 miliar per tahun. Presiden Hugo Chavez memang cenderung populis dan memanfaatkan rezeki minyaknya untuk revolusi sosial, program pendidikan dan kesehatan gratis, serta pangan murah.

Iran, penghasil minyak nomor empat dunia, ternyata juga bermasalah dengan BBM. Karena itu, kebutuhan mendesak negeri ini adalah pembangunan kilang baru, bukan reaktor nuklir. Iran mengimpor 40% konsumsi gas yang masih disubsidi, nilainya mencapai 38% dari anggaran negeri itu. Rencana pengurangan subsidi yang diisyaratkan Presiden Ahmadinedjad menuai protes keras.

Produsen peringkat enam dan eksportir terbesar ke-10 dunia, Meksiko, juga tak luput dari imbas melejitnya harga minyak. BUMN Mexico, Pemex, terpukul karena masih mengimpor minyak. Pemex rugi US$ 10 miliar dalam sembilan bulan pertama 2007.

Sementara itu, Indonesia harus menambah subsidi cukup signifikan. Kenaikan harga minyak, menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani, membuat subsidi BBM meningkat dari Rp 55,6 triliun menjadi Rp 87,6 triliun tahun ini. Sedangkan subsidi untuk listrik naik dari Rp 29,4 triliun menjadi Rp 43,47 triliun. Dengan demikian, beban subsidi BBM untuk publik mencapai Rp 130 triliun lebih..

Sementara itu, produsen minyak nomor delapan, Nigeria, tidak membuat rakyatnya merasa gembira. Eksportir minyak sebesar 2,1 juta bph itu berniat memangkas subsidi bahan bakar. "Rezeki minyak kami adalah kutukan, bukan berkah," tutur Halima Dahiru (36), seorang ibu rumah tangga.

Hal menarik lain dari lonjakan harga minyak adalah tingkat korupsi yang cukup tinggi di sejumlah negara kaya minyak, seperti Nigeria dan Venezuela. Tingkat korupsi di Venezuela, menurut Transparency International, menempati urutan 162 dari 179 negara yang disurvei

0 Comments: