-->

Selasa, 27 November 2007

Menyusun Skenario Baru Ekonomi Indonesia

Menyusun Skenario Baru Ekonomi Indonesia
Oleh : Zulfikar
Adanya nada optimis yang di lontarkan oleh Menkeu Sri Mulyani Indrawati kemarin dan Menko Perekonomian Boediono sebelumnya bahwa pemerintah tetap optimistis terhadap prospek pertumbuhan 2008 yang lebih baik. Dalam sidang kabinet kemarin, pemerintah akhirnya merevisi target laju pertumbuhan ekonomi 2008 dari 6,8% menjadi 6,2%-6,4%


Pemerintah telah menyiapkan skenario dan simulasi kebijakan ekonomi untuk menghadapi gejolak harga minyak di atas $90 bahkan $100/barel kelak. Tapi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebaliknya menyatakan kekhawatiran. Demikian juga Mendag Mari Pangestu yang mengkhawatirkan dampak tingginya harga minyak atas kinerja ekspor kita dalam 2008 sambil menghimbau peningkatan kewaspadaan.

Optimisme Menkeu dan Menko berdasarkan kondisi semua sisi anggaran pemerintah, seperti penerimaan, subsisi BBM, komposisi belanja maupun defisit yang dikatakan “cukup baik” belakangan ini sejak melonjaknya harga minyak ke atas $80-90/barel dalam tiga bulan lalu. Maka skenario positif dalam triwulan terakhir 2007 ini kiranya diterapkan untuk skenario seluruh tahun 2008 mendatang, meskipun pasaran minyak tetap tinggi.

Gambaran Ekonomi 2008
Menurut RAPBN-2008 yang disusun pemerintah, asumsi pertumbuhan akan mencapai 6,8% dari 6,3% tahun ini, harga minyak akan turun menjadi $60 dari $63/barel, inflasi 6,0% dari 6,5% dan produksi minyak 1,034 juta b/h dari 1,00 juta dan kurs rupiah akan lebih mantap menjadi 9.100 per dolar AS dari 9.300 untuk 2007 .Gambaran ekonomi 2008 yang cerah dari sudut pandang pemerintah ini barangkali sedikit “overstated” dari realitas ekonomi domestik maupun global berjalan, walau masih merupakan isu kontroversial. Kalau sudah disiapkan skenario harga minyak atas $90 atau lebih, laju inflasi 2008 tak mungkin lebih rendah dari 2007 yang hanya dalam tiga bulan terakhir mengalami gejolak tingginya harga minyak. Pemberian bantuan langsung tunai kepada rakyat miskin dan harga BBM bersubsidi kepada sektor tertentu, takkan mengekang melajunya kenaikan harga-harga barang kebutuhan sehari-hari sebagai akibat berantai dari kenaikan biaya transportasi. Dalam kondisi seperti ini, inflasi akan membengkak di atas 7%, suku bunga akan sedikit bergerak naik atau minimal tidak turun. Biaya produksi yang membengkak pada saat daya beli menurun menyebabkan pendapatan perusahaan menurun. Jika ini terjadi, daya serap terhadap lapangan kerja akan menurun.
Apakah bagi rakyat kecil dan para pengawai negeri dan swasta yang semata-mata bergantung pada gaji tetap sudah disiapkan skenario jaring keamanan sosial yang memadai untuk menghadapi melajunya inflasi, akibat kenaikan tinggi harga minyak?
Mungkinkah sektor riil dan daya saingnya dapat tumbuh lebih baik di tengah tingginya harga minyak? Mampukah pemerintah tetap tidak menaikkan harga jual BBM bagi industri sepanjang tahun? Apakah pemerintah atau Pertamina dapat terus mempertahankan skenario demikian ketika harga impor minyak mentah sudah membubung dengan mengabaikan membengkaknya defisit anggaran? Bagaimana posisi neraca pembayaran 2008 yang tadinya surplus dengan membengkaknya nilai impor minyak dan non-minyak dari para importir sehubungan dengan kenaikan harga impor di luarnegeri karena terus melemahnya nilai dolar AS?
Taraf hidup moyoritas rakyat dengan penghasilan pas-pasan takkan lebih baik, apalagi dengan turunnya daya beli dan depresiasi nilai mata uang di tengah melajunya inflasi. Pertumbuhan ekonomi nasional takkan lebih tinggi, bila permintaan domestik terpuruk dan kinerja ekspor serta investasi terpengaruh oleh faktor-faktor eksternal seperti krisis KPR di AS, “risk aversion” investor dan pelambanan ekonomi dunia.

Pemerintah barangkali dapat mengimbangi membengkaknya anggaran pengeluaran dan belanja dengan surplus penerimaan transaksi migas, meski negara kita masih sebagai importir minyak net. Tapi sisi penerimaan dari perpajakan sehubungan dengan dampak negatif atas kinerja perusahaan dan pelambanan pertumbuhan global dan ekspor, diragukan dapat mencapai target seperti yang dialami 2007.
Selain itu pemerintah harus mengambil langkah dalam merealisasikan belanja negara dan belanja modal pada waktunya. Tidak boleh lagi ada penumpukan belanja di akhir tahun. Sektor usaha yang tidak banyak terkena dampak kenaikan harga BBM harus lebih dipacu pemerintah.

Langkah lain yang ditunggu dari pemerintah adalah berbagai perbaikan iklim investasi, khususnya birokrasi dan ketenagakerjaan. Tidak boleh ada lagi birokrasi yang berbelit, menghambat dunia usaha, dan menyebabkan ekonomi biaya tinggi. Di berbagai lini bisnis, pemerintah wajib menjamin kepastian berusaha. Ketentuan ketenagakerjaan yang menghambat dunia usaha perlu dipangkas. Pemerintah juga harus memastikan bahwa takkan ada kenaikan harga BBM akhir tahun ini dan hingga 2009


0 Comments: