-->

Kamis, 04 September 2008

Komoditas Anjlok Hedge Fund Berguguran

Komoditas Anjlok Hedge Fund Berguguran
oleh : zulfikar
Sejumlah hedge fund yang basis investasinya fokus pada komoditas mulai berjatuhan menyusul anjloknya harga minyak hingga di bawah US$ 108 per barel. Penurunan harga komoditas juga merontokkan bursa Asia pada perdagangan Rabu (3/9).Ospraie Management LLC, hedge fund komoditas terbesar yang 20% sahamnya dimiliki Lehman Brothers Holdings, menyatakan akan menutup usahanya karena merugi hingga 38,6% pada kuartal II-2008 menyusul penurunan saham-saham komoditas. Pengelolaan dana Ospraie turun 26,7% pada Agustus setelah mengobral (sell-off) saham-saham yang berbasis energi.Selain Ospraie, sejumlah perusahaan juga akan melakukan hal serupa, antara lain Andor Capital, Tumberry Capital, menyusul tingginya penarikan dana (redemption) dari lembaga investasi tersebut. Menurut CNBC.com, total redemption sedikitnya mencapai US$ 4 miliar. Sekitar 200 hedge fund dikabarkan “gulung tikar”, namun masih banyak yang berupaya merestrukturisasi investasinya untuk bisa tetap bertahan. Para hedge fund mengaku kinerjanya mengalami situasi paling buruk dalam 18 tahun terakhir ini menyusul gejolak pasar finansial yang bergerak seperti jet coaster. Krisis subprime mortgage di AS diikuti melambungnya harga minyak hingga mencapai level tertinggi US$ 147,27 per barel pada 11 Juli 2008 telah mengempaskan pasar saham global. Namun, dalam tempo singkat harga minyak dan komoditas lainnya berbalik arah dan terkoreksi sangat tajam. Pada Rabu, minyak diperdagangkan di bawah US$ 108 per barel atau turun 25,5% hanya dalam tempo sebulan lebih 10 hari. Hal itu disebabkan penguatan dolar AS dan meredanya badai Gustav yang ternyata tidak membawa kerusakan fital pada instalasi minyak di Teluk Meksiko. Hampir semua harga komoditas, kemarin, turun seperti gandum turun 4,10%, jagung turun 2,56%, kedelai terkoreksi 1,86%, nikel anjlok 3,85%, emas terkoreksi 2,96%, dan perak turun 4,08%.Penurunan harga komiditas ini menyeret sebagian bursa saham Asia ke zona merah. Bursa Efek Indonesia (BEI) yang didominasi emiten sektor komoditas indeksnya terkoreksi 43,05 poin (-1,9%). Sementara itu, Singapore Strait Times Index turun 1,9%, Kuala Lumpur Composite Index turun 0,15%, dan Hang Seng Index turun 2,17%.“Ini merupakan saat-saat yang menyakitkan bagi investor komoditas,” kata Prasad Patkar, manajer investasi di Platypus Asset Managemet Sydney Australia, yang mengelola aset US$ 1,8 miliar. Sebaliknya, kurs dolar AS menguat terhadap hampir semua mata uang dunia. Pada perdagangan, kemarin, euro kembali melemah terhadap dolar AS menjadi US$ 1,44, terendah sejak 22 Januari 2008. Selama Agustus 2008, dolar AS terhadap euro telah menguat 6%, gain terbesar sejak euro diperdagangkan pada 1999



Redemption

Gejolak pasar yang tidak menentu tersebut menyebabkan banyak investor mengambil keputusan menarik diri (redemption) dari pasar untuk sementara waktu guna menghindari risiko kerugian yang makin dalam. Banyak hedge fund menunggu keputusan investor yang diberi deadline 30 September 2008 untuk menentukan apakah mereka tetap berinvestasi di perusahaannya atau memilih redemption. Menurut Hedge Fund Research (HFR), pada kuartal II-2008, dana yang ditarik dari Relative Value Fund mencapai US$ 3,6 miliar sehingga aliran dana ke sejumlah lembaga investasi menurun. Dana yang dikelola oleh hedge fund global saat ini mencapai lebih dari US$ 2 triliun. HFR mencatat, alokasi hedge fund melambat pada kuartal II-2008, terendah sejak 2005 menyusul gejolak finansial. Sebagian investor mengalihkan dana ke Equity Hedge Strategies senilai US$ 8,2 juta.Sejumlah analis mengatakan, penurunan harga komoditas masih berlanjut. Namun ada juga yang berpendapat harga minyak tidak akan di bawah US$ 100 per barel seiring rencana OPEC memangkas produksinya. Analis pasar komoditas yang juga Direktur PT Reliance Securities Tbk Steve P Susanto mengatakan, pekan ini harga minyak masih bertengger di level US$ 115 per barel, sedangkan tahun depan berada pada kisaran US$ 105-125 per barel.Sementara itu, pengamat ekonomi Indef Iman Sugema memprediksi, penurunan harga komoditas masih berlanjut disebabkan kuatnya spekulasi para hedge fund besar dunia. “Pergerakan harga komoditas utama dunia, terutama di pasar berjangka, baik komoditas pangan maupun tambang, kini tidak lagi ditentukan faktor fundamental, melainkan lebih kuat dipengaruhi oleh spekulasi,” ujarnya.Secara fundamental, kata dia, saat ini berlangsung panen raya jagung, kedelai, kopi, dan kelapa sawit (CPO), yang membuat stok menumpuk di negara-negara produsen utama, harga komoditas melemah. Hanya saja, fenomena demikian lebih bersifat musiman atau siklus. Kini yang terjadi, faktor spekulasi lebih kuat ketimbang bekerjanya mekanisme supplay and demand. Saat ini, kata dia, sulit mengetahui adanya pergerakan atau perpindahan dana dari pasar berjangka komoditas ke pasar saham atau pasar uang secara global. Sebab, seluruh bursa saham, bursa komoditas, dan pasar uang dunia, berakhir negatif.

Penguatan Dolar AS

Sementara itu, mata uang Asia terhadap dollar AS, kemarin, melemah signifikan. Investor asing dikabarkan menarik dananya dari pasar Asia karena ekonomi di kawasan ini diprediksi bakal terseret perlambatan ekonomi global. Selain itu, situasi politik Thailand yang kurang kondusif ikut memicu penarikan dana asing dari Asia. Ekonom Standard Chartered Bank Fauzy Ichsan mengatakan, asing kembali melirik dolar AS sebagai investasi. Selain itu, asing juga melihat kemungkinan resesi ekonomi AS meluas ke Eropa dan Jepang, sehingga mata uang negara-negara tersebut juga melemah. ”Ini ditunjukkan dari impor dan ekspor Eropa dan Jepang yang menunjukkan tren penurunan,” tutur dia.Dalam kondisi seperti itu, menurut dia, pelaku hedge fund kemungkinan akan mengalihkan dananya dari komoditas ke saham. ”Tapi itu melalui cash market dulu seperti surat utang, baru ke saham,” kata dia.Sementara itu, Chief Economist BNI Tony Prasetiantono menilai penguatan kurs dolar AS terhadap mata uang di Asia dan Eropa karena inflasi di negara-negara tersebut cukup tinggi. Rupiah, kata dia, juga melemah terhadap dolar AS karena tingkat inflasi Indonesia masih double digit atau 11,85%. ”Demikian pula Vietnam yang inflasinya mencapai 27%, depresiasi mata uangnya bisa lebih dalam lagi,” kata dia.Menghadapi situasi ekonomi yang tidak menentu terkait penguatan dolar AS, menurut Tony, para hedge fund yang sebelumnya banyak masuk di emerging countries akan loncat kembali ke AS. ”Tapi tidak semuanya loncat, dan nanti bisa juga balik lagi ke emerging countries termasuk Indonesia,” tutur dia. Pada perdagangan saham di BEI, kemarin, asing mencatatkan net selling Rp 536 miliar

1 Comment:

Saham said...

hedge fund saja bisa rugi, hal ini membuktikan bahwa investasi tidaklah mudah.