-->

Rabu, 27 Agustus 2008

UU Migas Direvisi Dengan Membubarkan BP Migas

UU Migas Direvisi Dengan Membubarkan BP Migas
oleh : zulfikar

Undang Undang Migas No 22 tahun 2001 harus segera direvisi, karena UU ini sangat tidak ramah terhadap investor. Amandemen UU Migas diharapkan bisa menyemarakkan lagi investasi migas dan mendongkrak tingkat produksi.Hal tersebut disampaikan pengamat perminyakan Kurtubi usai rapat panitia hak angket yang berlangsung tertutup di Gedung DPR/MPR, Senayan, Jakarta, Rabu (27/8/2008). Kurtubi menjadi ahli yang dipanggil untuk memberikan penjelasan."UU Migas no 22 tahun 2001 yang harus disempurnakan, karena UU ini empat pasalnya sudah diamputasi oleh MK dan amat sangat tidak investor friendly menyebabkan eksporasi dan investasi anjlok luar biasa dan tidak ada lapangan cadangan baru ditemukan dan hanya andalkan lapangan yang sudah tua," urai Kurtubi.Ia menambahkan, kondisi perminyakan nasional Indonesia saat ini sudah sangat terpuruk. Produksi turun dan sangat rendah selama 10 tahun terakhir sehingga Indonesia kini menjadi sangat tergantung pada impor minyak. Padahal disisi lain, Indonesia memiliki sumber energi primer seperti gas dan batubara.Kekisruhan lainnya adalah mengenai polemik murahnya harga LNG Tangguh yang dijual ke negara lain. Disaat yang bersamaan, PLN harus membeli gas lebih mahal ke luar negeri."Karena kondisi seperti itu, saya sarankan segera amandemen UU Migas agar investasi kembali marak dan investasi pencarian lapangan cadangan baru kembali bergairah agar potensi minyak kita kembali ditemukan," saran Kurtubi.Kurtubi menyarankan agar penjualan migas dilakukan oleh BUMN, dan bukan pihak lain agar tidak timbul conflict of interest. Kasus penjualan harga LNG Tangguh yang murah, menurut Kurtubi disebabkan karena harga minyak sebagai patokan dibatasi pada US$ 38 per barel, sangat kontras dengan harga minyak yang kini sudah mencapai US$ 115-an per barel.



"Ini terjadi karena UU Migas yang menyebabkan BP Migas sebagai pelaksana pengelola kegiatan kekayaan migas dari hulu tidak bisa melakukan trust action perminyakan dan berbisnis karena statusnya sebagai badan hukum negara yang tidak bisa berbisnis akhirnya menyuruh pihak lain yang melakukan dan akibatnya negara rugi terlalu besar karena dijual terlalu rendah," paparnya.Kurtubi juga menilai BP Migas yang tidak memiliki wali amanat dan statusnya sebagai badan hukum milik negara menyebabkan lembaga tersebut tidak ada yang mengontrol."Karena tidak ada dewan komisaris, secara internal dia melakukan kontrol terhadap cost recovery terhadap perusahaan-perusahaan asing sementara dia tidak ada yang mengontrol.Apa solusinya? "Solusi terbaiknya ya bubarkan saja BP Migas ini dan diganti badan usaha milik negara," ketusnya.Ketua Pansus Hak Angket BBM Zulkifli Hasan mengungkapkan, dalam pertemuan panitia hak angket tersebut juga disoroti adanya dana US$ 21,2 juta dari USAID untuk pembuatan UU Migas. "Carut marut migas memang biasnya ada disitu yang menghilangkan peran negara dan menguntungkan trader dan mengakibatkan produksi minyak kita turun terus. Karena UU itu menyatakan BP migas tidak bisa menjual minyak, karena harus dijual ke pihak ketiga yaitu trader, dan oleh karena itu direkomendasikan untuk diganti UU migas ini," tambahnya.

1 Comment:

bang one said...

saya sangat setuja sekali dengan pak kurtubi, sebaiknya segera dibenahi sebelum hancur..